A Enterobius Vermicularis
Enterobiasis merupakan penyakit dari Enterobiasis vermicularis (Oxyuris vermicularis,Linnaeus,1785), atau biasa disebut juga pinworm atau cacing kremi. Cacing ini merupakan salah satu Nematoda usus, dan merupakan parasit umum bagi manusia (manusia adalah satu-satunya hospes bagi cacing ini) terutama anak-anak.
1. Klasifikasi
Kingdom : Metazoa
Philum : Nemathelmintes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Plasmidia,
Ordo : Rhabditia
Famili : Oxyuroidea
Genus : Enterobius
Spesies : Enterobius vermicularis
(Linaeus1999 dan Leach,1993)
2. Morfologi
a. Cacing dewasa
Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,3-0,5 mm, dengan pelebaran kutikulum seperti sayap pada ujung anterior yang disebut alae. Bulbus oesofagus jelas sekali, dan ekor runcing. Pada cacing betina gravid, uterus melebar dan penuh telur (Gandahusada et al., 2006).
Cacing jantan lebih kecil sekitar 2-5 mm dan juga bersayap, tapi ekornya berbentuk seperti tanda tanya, spikulum jarang di temukan (Purnomo et al.,2003).
b.Telur E.vermicularis
Telur E. vermicularis oval, tetapi asimetris (membulat pada satu sisi dan mendatar pada sisi yang lain), dinding telur terdiri atas hialin, tidak berwarna dan transparan, serta rerata panjangnya x diameternya 47,83 x 29,64 mm (Brown, 1979).
Telur cacing ini berukuran 50 μm – 60 μm x 30 μm, berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisinya (asimetris). Dinding telur bening dan agak tebal, didalamnya berisi massa bergranula berbentuk oval yang teratur, kecil, atau berisi embrio cacing, suatu larva kecil yang melingkar (Gandahusada et al., 2006).
3. Siklus Hidup
Manusia merupakan satu-satunya hospes bagi E. vermicularis. Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan berkembang menjadi dewasa dalam caecum, termasuk appendix (DB Jelliffe, 1994).
Cacing betina memerlukan waktu sekitar 1 bulan untuk menjadi matur dan mulai memproduksi telur (Garcia dan Bruckner, 1999). Cacing betina yang gravid mengandung sekitar 11.000-15.000 butir telur, berimigrasi ke perianal pada malam hari untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur-telur jarang di keluarkan di usus sehingga jarang di temukan di tinja. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 6 jam setelah di keluarkan pada suhu badan. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari (Gandahusada et al., 2006). Kadang-kadang cacing betina berimigrasi ke vagina dan menyebabkan vaginitis (Lynne dan David, 1999).
Populasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di caecum. Cacing jantan mati setelah populasi, dan cacing betina mati setelah bertelur. Daur hidup cacing mulai dari tertelannya telur infektif sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke perianal dan memerlukan waktu kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan (Gandahusada et al., 2006).
4. Epidemiologi
Cacing ini sebagian besar menginfeksi anak-anak, meski tak sedikit orang dewasa terinfeksi cacing tersebut. Meskipun penyakit ini banyak di temukan pada golongan ekonomi lemah, pasien rumah sakit jiwa, anak panti asuhan, tak jarang mereka dari golongan ekonomi yang lebih mapan juga terinfeksi (Brown,1979).
1. Epidemiologi E. vermicularis
a. Insiden tinggi di negara-negara barat terutama USA 35-41 %.
b. Merupakan penyakit keluarga.
c. Tidak merata dilapisan masyarakat.
d. Yang sering diserang yaitu anak-anak umur 5-14 tahun.
e. Pada daerah tropis insidensedikit oleh karena cukupnya sinar matahari, udara panas, kebiasaan ke WC (yaitu sehabis defekasi dicuci dengan air tidak dengan kertas toilet). Akibat hal-hal tersebut diatas maka pertumbuhan telur terhambat, sehingga dapat dikatakan penyakit ini tidak berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat tapi lebih dipengaruhi oleh iklim dan kebiasaan.
f. Udara yang dingin, lembab dan ventilasi yang jelek merupakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan telur (Soejoto dan Soebari, 1999)
5. Penularan Penyakit
Binatang piaraan seperti anjing dan kucing bukan host bagi E.vermicularis, tapi bulunya dapat mengandung cacing kremi. Sehingga para pecinta binatang yang tidak cuci tangan mudah untuk terinfeksi. Telur cacing yang tertelan dapat tumbuh menjadi cacing dewasa dalam usus manusia dan berkembang biak dengan mengeluarkan banyak telur; seekor cacing betina bertelur sampai puluhan ribu per hari (Harold, 1999).
Intensitas penularan penyakit tinggi pada anak-anak yang belum mengenal higiene pribadi yang baik. Tempat-tempat kumuh, rumah di huni banyak orang, rumah sakit, panti asuhan merupakan tempat yang efektif bagi penularan Enterobiasis. Hygine yang buruk, seperti jarangnya penggantian seprei, tidur secara berkelompok, dan tukar menukar baju, serta frekuensi penggantian celana dalam dan baju yang jarang juga mempercepat penularan penyakit ini (Brown, 1979).
6. Patologi dan Gejala Klinis
Enterobiasis sering tidak menimbulkan gejala (asimptomatis). Gejala klinis yang menonjol berupa pruritus ani, di sebabkan oleh iritasi di sekitar anus akibat migrasi cacing betina ke perianal untuk meletakkan telur-telurnya. Gatal-gatal di daerah anus terjadi saat malam hari, karena migrasi cacing betina terjadi di waktu malam (DB Jelliffe,2000).
Cacing betina gravid, sering mengembara dan bersarang di vagina serta tuba fallopi. Sementara sampai di tuba fallopi menyebabkan salphyngitis. Kondisi ini sangat berbahaya, terutama pada wanita usia subur, sebab dapat menyebabkan kemandulan, akibat buntunya saluran tuba. Cacing juga sering ditemukan di appendix. Hal ini bisa menyebabkan apendisitis, meskipun jarang di temukan (Purnomo et al, 2003)
7. Diagnosis
Diagnosis di lakukan berdasarkan riwayat pasien dengan gejala klinis positif. Diagnosis pasti dengan di temukannya telur dan cacing dewasa. Selain itu, diagnosa dapat di lakukan dengan pemeriksaan tinja dan anal swab dengan metode Scotch adhesive tape swab (Faust et al., 1999).
Pada pemeriksaan tinja dapat di temukan adanya cacing dewasa. Cacing jantan dewasa setelah kopulasi mati dan keluar bersama tinja. Sementara dengan metode “Scotch adhesive tape swab”, dapat menemukan telur yang di letakkan di daerah perianal (Faust et al., 1999).
Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang, atau bila larva dari telur yang menetas di daerah parianal bermigrasi kembali keusus besar. Bila telur matang yang tertelan, telur menetas di duodenum dan larva rabditiform berubah dua kali sebelum menjadi dewasa di yeyunum dan bagian atas ileum.
Waktu yang di perlukan untuk daur hidupnya,mulai dari tertelannya telur matang sampai menjadi cacing dewasa grafid yang bermigrasi kedaerah perianal,berlangsung kira – kira 2 minggu sampai 2 bulan.mungkin hanya berlangsung kira-kira 1 bulan karena telur-telur cacing dapat di temukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan (Gandahusada et al, 2006).
B Pemeriksaan Laboratorium
Infeksi cacing sering diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di sekitar anus pada waktu malam hari. Namun tidak di kemungkinkan pada orang dewasa juga di temukan telur cacing. Adapun cara memeriksa adanya E,vermicularis adalah sebagai berikut:
a) Cacing dewasa
Cacing dewasa di temukan di dalam feses di cuci dalam larutan NaCl agak panas, kemudian di kocok-kocok terus, sehingga lemas. Selanjutnya di periksa dalam keadaan segar atau di matikan dengan larutan fixasi untuk mengawetkan gunakan alcohol 70% agak panas.
Cacing kremi (E,vermicularis) dewasa berukuran kecil, berwarna putih. Cacing betina jauh lebih besar dari pada jantan. Ukuran cacing betina sampai 13 mm, sedangkan ukuran jantan sampai sepanjang 5 mm. Didaerah anterior sekitar leher,kutikulum cacing melebar.Pelebaran yang khas pada cacing ini disebut sayap leher (cervical alae).Usofagus cacing ini juga khas bentuknya oleh karena mempunyai bulbus esophagus ganda (double-bulp-oesophagus). Tidak terdapat rongga mulut pada cacing ini, akan tetapi di jumpai adanya tiga buah bibir.
Ekor cacing betina lurus dan runcing sedangkan yang jantan mempunyai ekor yang melingkar. Di daerah ujung posterior ini di jumpai karena sesudah mengadakan kopulasi dengan betinanya ia segera mati (Soedarto,1995)
b) Telur cacing
Telur cacing E.vermicularis jarang di temukan dalam feses, hanya 5% yang positif pada orang –orang yang menderita infeksi ini (Soejoto dan Soebari,1996)
Telur cacing E.vermicularis lebih muda di temukan dengan teknik pemeriksaan yang khusus,yaitu dengan metode Mengaplikasi “Graham Scotch Tape”(Ganda husada,S.2006).
Pada metode ini bahan yang di periksa berupa perianal swab oleh karena cacing betina yang banyak mengandung telur pada waktu malam hari melakukan migrasi kedalam perianal. Sehingga dengan pemerksaan perianal swab lebih muda di temukan telur cacing tersebut (Brown,H.W,1979).
C Hidup sehat
1) Pengertian hidup sehat
Sehat adalah keadaan sempurna dari jasmani rohani social serta bebas dari cacat dan kelemahan. Kesehatan juga biasa di artikan suatu proses yang dinamis. Dengan ini manusia menyesuaikan dirinya dengan lingkungan hidup, dengan demikian manusia yang sehat adalah manusia yang dapat menyesuaikan sepenuhnya badan dan jiwanya dengan lingkungan.
2) Faktor yang mempengaruhi kesehatan
Menurut Hendrik L. Blum faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia di golongkan menjadi 4 yaitu : faktor keturunan, factor lingkungan, faktor perilaku, dan faktor pelayanan kesehatan .
D Hygiene sanitasi perorangan dan lingkungan
Infeksi E. vermicularis dapat terjadi melalui 3 jalan yaitu: penularan dari tangan ke mulut (autoinfeksi), melalui pernafasan dengan menghirup udara yang tercemar telur cacing yang infektif dan penularan secara retrofeksi yaitu penularan yang terjadi pada penderita sendiri (soedarto, 2002)
Ada kaitannya dengan kebiasaan hidup dibandingkan orang dewasa, anak-anak lebih mudah terkena penyakit Enterobius. Adapun factor- factor kebiasaan hidup yang dapat menyebabkan enterobiasis yaitu tangan tidak di cuci bersih setelah buang air dan sebelum makan, kebiasaan anak tidak menggunakan sendok,kuku jari yang panjang, jarang mengganti celana dalam, dll (Brown, HW.2003)
Beberapa penyakit pada anak –anak terjadi karena berbagai kebiasaan buruk seperti cacingan terutama anak berumur antara 4-14 tahun. Untuk sebagian besar anak, sekolah merupakan tempat pertama yang berhubungan dengan orang – orang diluar keluarganya. Perubahan ini yang berarti menjelajah keluar, memungkinkan terjadinya bahaya kecelakaan, infeksi, dan ketegangan fisik maupun emosional secara umum.
E Terapi dan Pencegahan
Pengobatan enterobiasis efektif jika semua penghuni rumah juga di obati, infeksi ini dapat menyerang semua orang yang berhubungan dengan penderita. Obat-obatan yang di gunakan antara lain piperazin, pirvinium, tiabendazol dan stilbazium iodida (Gandahusada et al., 2006).
Pengobatan enterobiasis adalah sebagai berikut :
1. Piperazin sulfat diberikan dengan dosis 2 x 1 g/hari selama 8 hari,
2. Pirvinium pamoat, di berikan dengan dosis 5 mg/kg berat badan (maksimum 0,25 g ) dan di ulangi 2 minggu kemudian,
3. Piranthel pamoat, di berikan dengan dosis 11mg/kg berat badan single dose, dan maksimum 1 gram,
4. Stilbazium Iodida, dengan dosis tunggal 10-15 mg/kg berat badan. Warna tinja akan menjadi merah karena obat ini (Noer, 2007).
Pencegahan dengan menjaga kebersihan, cuci tangan sebelum makan, ganti sprei teratur, ganti celana dalam setiap hari, membersihkan debu-debu kotoran di rumah, potong kuku secara rutin, hindari mandi cuci kakus (MCK) di sungai. Kalau perlu toilet dibersihkan dengan menggunakan desinfektan (Noer, 1999). Selain itu, peningkatan kesehatan perorangan dan kelompok digabung dengan terapi kelompok dapat membantu pencegahan (Garcia dan Bruckner, 1999)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar